Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2012

Cinta dan Kehilangan

Cinta dan kehilangan, mereka begitu dekat ternyata. Aku sudah menyangka, hanya saja mungkin tidak mempersiapkannya. Aku hanya mempersiapkan hati untuk jatuh cinta padamu, tanpa mempersiapkannya untuk mengucapkan selamat tinggal. Apa kabarmu disana? Malam-malam terus panjang disini tanpamu. Meski aku takkan pernah bosan menunggumu, setiap hari di depan pintu rumahku. Menghadap ke kaca besar itu, berharap ada bayang sosokmu disana. Meski aromamu masih kuat menguar dalam setiap sudut rumahku, aku takkan pernah menemukanmu. Yang ku temukan hanya rindu yang semakin mendalam seiring waktu berjalan.  Aku berjalan terus dan terus mencari bayangmu, hingga akhirnya aku sampai pada sebuah persimpangan. Aku tak tahu harus kemana, ke kiri atau ke kanan. Melupakanmu—yang kupastikan sulit untuk kulakukan—atau   terus mencari bayang-bayangmu?

Hampa

Untuk semua rasa yang seharusnya sejak dulu ku tinggalkan. Untuk semua hasrat ingin memiliki, walau tak tau harus melakukan apa. Ingin sekali kuucapkan sampai jumpa, tapi otakku tak lagi sejalan dengan lidahku. Pernahkah kalian merasakan kehampaan? Ya, hampa. Ada yang tak biasa. Kosong. Aku tak tau apa yang berbeda. Aku tak mengerti dengan apa yang menderu batinku. Rasanya—rasanya seperti—kau sedang mengharapkan sesuatu yang tak jelas itu apa, tapi kenyataan menghadapkanmu pada apa yang tak sesuai dengan harapanmu. Lalu kau meraba-raba, mencari apa yang salah, tapi kau tak menemukan apa-apa selain orang-orang yang bisu dan tuli. Kau bertanya, berteriak, tapi yang terdengar hanya gema tanyamu. Seperti itulah rasanya. --- Waktu itu mata ku menangkap hal lain. Ketika dia sedang berjalan ke arahku, orang yang entah mengapa dan bagaimana membuatku membeku ketika aku merasakan keberadaannya. Membuatku melambung tinggi ketika ada sesimpul senyum di bibirnya. Bayangnya yang selalu

Remuk

Apa yang ku bayangkan, apa yang ku impikan, apa yang ku harapkan, tak sejalan dengan kenyataan yang diperhadapkan kepadaku. Menyesal, sungguh aku sangat menyesal. Aku tak memiliki kesadaran yang cukup untuk membandingkan mimpiku dengan kesempatan untuk mewujudkannya. Kini ku mengerti. Kau tidak boleh berharap terlalu jauh. Harapan yang terlalu jauh akan menjatuhkanmu tepat di kenyataan. Musnah. Kau takkan merasakan apa-apa setelahnya, selain rasa remuk yang mengeluti seisi jiwamu. Aku harus mengakui kalau aku bermimpi begitu tinggi. Terlalu tinggi, hingga aku melupakan dasar dimana jejak kakiku membekas. Mimpiku sederhana, aku hanya ingin kau selalu bersamaku, tak pernah jauh dariku. Ini yang terus ku impikan setiap melihat wajahmu – bahkan setiap melihat siluetmu. Kau berdiri tegak dihadapanku dan tersenyum bagiku seakan senyum itu hanya untukku. Dan setiap melihat senyum itulah aku selalu mengumandangkan keinginanku dalam hati. Bolehkah aku membekukan waktu disekelilingku? Aku