Remuk
Apa yang ku bayangkan, apa yang ku impikan, apa yang ku harapkan, tak
sejalan dengan kenyataan yang diperhadapkan kepadaku. Menyesal, sungguh aku
sangat menyesal. Aku tak memiliki kesadaran yang cukup untuk membandingkan
mimpiku dengan kesempatan untuk mewujudkannya. Kini ku mengerti. Kau tidak
boleh berharap terlalu jauh. Harapan yang terlalu jauh akan menjatuhkanmu tepat
di kenyataan. Musnah. Kau takkan merasakan apa-apa setelahnya, selain rasa
remuk yang mengeluti seisi jiwamu.
Aku harus mengakui kalau aku
bermimpi begitu tinggi. Terlalu tinggi, hingga aku melupakan dasar dimana jejak
kakiku membekas. Mimpiku sederhana, aku hanya ingin kau selalu bersamaku, tak
pernah jauh dariku. Ini yang terus ku impikan setiap melihat wajahmu – bahkan
setiap melihat siluetmu. Kau berdiri tegak dihadapanku dan tersenyum bagiku
seakan senyum itu hanya untukku. Dan setiap melihat senyum itulah aku selalu
mengumandangkan keinginanku dalam hati. Bolehkah
aku membekukan waktu disekelilingku? Aku ingin keadaan seperti ini takkan
pernah berubah. Hari berganti hari, aku terus memohon dan berharap agar kau
selalu bersamaku dan tak boleh ada orang lain yang mendapat senyum cerahmu.
Senyum itu hanya untukku, bukan untuk orang lain atau siapa pun. Hanya-untuk-ku. Hanya aku yang boleh memandang kau saat tertawa. Genggam tanganmu
hanya terpaut pada tanganku.
Hanya itu yang ku harapkan. Tapi
aku yakin, kau akan menertawaiku
seandainya kau tahu. Kau terlalu jauh bagiku. Terlalu tinggi untuk digapai,
sekuat apapun usahaku. Percuma, harapanku--cepat atau lambat—akan menjadi
sebuah kesia-siaan. Saat seperti inilah aku merasa, aku sedang tergoyahkan.
Semua makin menderu di batinku.
Kini ada senyum di bibirmu yang lebih indah dari yang pernah ku lihat. Tatap
matamy begitu berbinar saat gadis itu berbicara denganmu. Gadis itu, kini dia
tersenyum kearahmu. Dan tatap matanya, juga sebinar matamu. Aku benar-benar tak
mau mereka-reka. Tapi seiring terbit dan tenggelamnya sang mentari, aku semakin
menyadari satu hal. Mimpiku harus segera
ku hentikan. Kau memang berdiri tegak dengan senyummu, sama seperti
biasanya. Tapi kini mataku menangkap keberadaan orang lain. Kau tak sendiri
dalam tegakmu. Gadis yang memiliki senyum cerah itu kini berdiri disampingmu,
membuatmu tersenyum secerah sinar matahari yang menyeruak dibalik tirai
jendelaku. Dan kau menggenggam tangannya, begitu kuat dan pas – seakan hal itu
sudah biasa kau lakukan.
Aku siap untuk menjauh darimu,
menghapus semua mimpiku dan kembali seperti aku yang dulu. Tapi semakun keras
aku menjauh, semakin sering kau muncul didepanku, membuat usahaku untuk menjauh
darimu seakan runtuh tak berbekas. Ku serukan seluruh isi batinku dalam tulisan
ini, seraya memandangmu dari kejauhan. Berharap kau mau mengerti, betapa aku menginginkan setetes
harapan untuk berada di sampingmu. Dan itu yang pasti untuk selamanya.
Komentar
Posting Komentar